Kasus : Batam Kekurangan Tenaga Kerja
Berbagai
macam perusahaan yang ada dibatam sampai saat ini masih kekurangan untuk
mendapatkan tenaga kerja yang terampil, atau terdidik guna memenuhi kebutuhan
perusahaan.
Hal
ini bisa dilihat dari tahun 2009 yang dibutuhkan mencapai 5000 orang, tetapi
hanya dapat terpenuhi 3000 orang saja, kata Wali Kota Batam Ahmad Dahan di
Surakarta, Jum’at (18/6).
Wali
Kota Batam Ahmad Dahlan, mengatakan hal ini sesuai penandatangan kerjasama
dengan Pemerintah Kota Surakarta, dalam bidang ketenagakerjaan di Loji
Gandrung, Solo.
Penandatangan
kerjasama tersebut dilakukan antara Wali Kota Batam, Ahmad Dahan dan Wali Kota
Solo, Joko Widodo. Melalui kerjasama tersebut diharapkan mampu mengatasi
masalah pengangguran dan meningkatkan perekonomian dikedua daerah.
“Seperti
di industri elektronik, kami membutuhkan tenaga kerja terlatih. Sebenarnya di
Batam juga masih banyak pengangguran tetapi sebagian besar bukan merupakan
tenaga kerja terampil yang siap kerja, sehingga tetap saja membuat Batam
kekurangan tenaga kerja” katanya.
Waikota
Surakarta Joko Widodo, mengatakan tenaga kerja terampil yang ada didaerahnya
memiliki kesempatan yang sangat besar untuk mengisi kekurangan tenaga kerja
terampil di Batam.
Apalagi
melalui Solo Techo Park (STP), lembaga pelatihan tenaga kerja terampil dikota
Solo ditargetkan mampu mencetak sebanyak 3000 sampai dengan 4000 orang tenaga
kerja siap pakai yang terampil dan juga yang terdidik ditiap tahunnya.
“Ditambah
lulusan SMK di Solo yang juga siap kerja bisa mengisi diperusahaan elektrronik
di Batam. Kesepakatan ini akan segera ditindak lanjuti dan tahun depan harus
sudah terlaksana.”
( Sumber : “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Dr. Dewi
Hanggraeni, SE,. MBA, halaman 50-51,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI)
Pembahasan
dan Solusi Kasus :
-
Memberikan pelatihan kerja kepada masyarakat Batam, supaya masyarakat Batam
bisa menjadi sumber daya manusia yang terampil.
-
Menjalin kerja sama dengan beberapa daerah yang memiliki tenaga kerja terampil.
Kasus : Bank
Century di Indonesia
Contoh
nyatanya adalah Bank Century di Indonesia. Bank yang berdiri pada 6 desember
2004 tersebut, pada akhirnya harus kolaps dan meninggalkan berbagai
masalah yang sampai sekarang masih belum tuntas, bahkan masalah tersebut
seakan-seakan berangsur menghilang. Tahun 1989 Bank ini dibuat oleh Robert
Tantular dengan nama Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). Dari
awal kemunculannya saja, bank ini sudah menimbulkan keraguan karena proses
perencanaannya yang tidak optimal. Terbukti pada bulan Maret tahun 1999, Bank
CIC melakukan penawaran umum terbatas atau biasa disebut rights issue
pertama pada Maret 1999 kepada Bank Indonesia. Di bawah naungan Robert
Tantular, Bank ini dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank
Indonesia. Lalu pada tahun 2002, auditor Bank Indonesia menemukan rasio modal
Bank CIC minus 83,06% sehingga menyebabkan Bank tersebut kekurangan modal
sebesar Rp. 2,67 Triliun. Bulan Maret 2003 Bank CIC melakukan penawaran umum
terbatas yang ke-3, namun lagi-lagi gagal. Alasannya, karena pada tahun yang
sama Bank CIC diketahui memiliki masalah yang terindikasikan dengan surat-surat
berharga valuta asing sekitar Rp. 2 Triliun. Atas saran dari Bank Indonesia,
akhirnya pada 22 Oktober 2004 Berdiri Bank Century dari merger Bank Danpac,
Bank Pikko, dan Bank CIC dengan pengesahannya tanggal 6 Desember di tahun yang
sama. Melalui bukti ini, cukup kiranya menjadikan Bank Century sebagai contoh
dalam proses perencanaan yang kurang baik. Terlihat dari masalah minus modal
sehingga menyebabkan Bank ini ditolak right issue_nya, seharusnya kalau
memang perecanaannya itu baik, mestinya dari awal sudah tahu kalau modal yang
ada masih belum cukup untuk membangun sebuah Bank. Ditambah kasus yang tidak
kunjung selesai dan masih menimbulkan tanda tanya besar seputar pengeluaran
dana talangan Rp 6,762 trilyun untuk membantu Bank Century dalam mengganti uang
nasabahnya yang tidak bisa dikembalikan. Terkait masalah ini, penyebab utamanya
adalah ketidaksinambungan proses pengelolaan dan pengendalian risiko
likuiditas.
Pembahasan
dan Solusi Kasus :
Seharusnya pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian
risiko likuiditas tersebut dilakukan secara sistematis. Artinya dilakukan
secara teratur. Tujuan utama dari penerapan manajemen risiko likuiditas ini
adalah memastikan tercukupinya dana harian baik dalam keadaaan normal maupun
dalam keadaan krisis. Jika perencanaan manajemen risiko likuiditas yang
dilakukan Bank Century (Bank CIC kala itu) baik, seyogyanya tidak akan
ditemukan minus modal pada bank tersebut. Namun kenyataan yang terjadi di
lapangan, auditor Bank Indonesia justru menemukan minus tersebut. Hal ini tentu
saja patut dipertanyakan keabsahannya, serta patut dikonfirmasi kebenaran pengecekan
tersebut, apa benar terdapat minus modal jikalau perencanaan yang dilakukan
Bank Century kala itu sudah baik. Tetapi, tentunya pihak Bank Indonesia tidak
akan semudah itu memutuskan kalau tidak ada bukti-bukti yang relevan terkait
Bank tersebut. Sasaran daripada manajemen risiko likuiditas itu sendiri adalah
mengidentifikasi, mengukur, memantau, serta mengendalikan jalannya aktivitas
kegiatan Bank. Masih dalam masalah minus
modal tadi, dibuat pengandaian saja bahwa pihak Bank Century telah melakukan
kegiatan manajemen risiko likuiditas. Pertanyaannya, kenapa masih terdapat
minus modal kalau memang sudah melakukan hal tersebut? Seburuk-buruknya
penerapan manajemen risiko likuiditas, apabila dilakukan dengan benar maka
dampak negatif (apabila ada) yang akan ditimbulkan tidak akan terlalu besar.
Jawaban yang relevan dari pertanyaan tersebut adalah karena proses pengelolaan
dan pengendalian risiko likuiditas tidak dilakukan secara sistematis dan not
built control oleh setiap unit kerja. Artinya, tidak ada koordinasi yang
baik antara pihak atasan dengan bawahan terkait dengan pengelolaan dan
pengendalian risiko likuiditas yang telah diterapkan. Mungkin saja ada faktor
lain yang mempengaruhi mengapa Bank Century kala itu mengalami minus modal.
Bisa saja karena sebagian besar uangnya telah dicuri, atau faktor-faktor lain
di luar perkiran manusia.
Kasus
: PERKEMBANGAN IPTEK
Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di dunia ini sangat luar biasa, antara lain di bidang
pertanian, industri, kesehatan, kemiliteran, dan informasi. Jenis teknologi
yang terakhir yang disebut dengan Tripple-T
Revolution yang terdiri dari revolusi transportasi, telekomunikasi, dan
turisme. Bentuk revolusi inilah yang merupakan pendukung utama terjadinya
globalisasi ekonomi. Baik dalam skala besar maupun kecil revolusi tersebut akan
mempengaruhi perkembangan ekonomi besar maupun ekonomi rakyat, seperti koperasi
dan usaha kecil menengah yang bergerak di sektor agribisnis.
Bentuk pengaruh dari Tripple-T
Revolution antara lain:
1. Melalui
revolusi telekomunikasi yang inklusif terjadi revolusi informasi, maka
informasi tentang pasar dan teknologi baru akan mudah di terima dengan cepat
oleh semua pelaku ekonomi.
2. Transfer
teknologi dan antisipasi jenis komoditi apa saja yang layak dikembangkan juga
bisa mendorong berkembangnya usaha ekonomi.
3. Revolusi
tersebut diharapkan dapat mewujudkan keterpaduan wilayah pedesaan dan perkotaan
dalam pemasaran berbagai produk (barang dan jasa) yang dibutuhkan oleh
masyarakat kedua wilayah tersebut secara lebih efisien.
Namun
yang perlu diperhatikan oleh sektor agribisnis, terutama yang berskala kecil
dan menengah dengan aset sumber daya yang sedemikian rupa, adalah jenis
teknologi yang akan digunakan. Pemilihan teknologi memerlukan pertimbangan
kemampuan dan kegunaannya. Jangan sampai teknologi maju yang digunakan justru
akan dapat menimbulkan distorsi ekonomi dan sosial, bahkan merusak lingkungan.
Faktor utama yang perlu di pertimbangkan adalah kemampuan tenaga kerja (sumber
daya manusia) yang pada umumnya di sektor agribisnis berskala kecil relatif
masih rendah, di samping itu harga teknologi yang tidak terjangkau.
Misalnya, tanpa mengabaikan perkembangan
iptek yang begitu cepat, dengan mempertimbangkan sumber daya manusia dan
anggaran yang ada, maka teknologi yang digunakan hendaknya memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Dapat
di operasionalkan dengan mudah, sekalipun oleh pengguna yang masih rendah taraf
keterampilannya.
b. Sarana
dan prasarana pendukung teknologi dapat disediakan dengan mudah dengan harga
yang terjangkau.
c. Teknologi
tertentu dapat dibuat dan diperbaiki di lokasi sendiri.
d. Mampu
menciptakan efek ganda pada beragam sektor usaha baru.
Sementara
itu, kompetensi sumber daya manusia perlu di daya gunakan agar merekan mampu
menciptakan bisnis nasional bahkan internasional yang mampu bersaing. Hal itu
perlu diwujudkan secara gradual melalui pelatihan, pemagangan bisnis, dan aktif
dalam lokakarya serta pertemuan-pertemuan bisnis dan iptek.
(
Sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia
Strategik, Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawiira, Ghalia Indonesia Anggota IKAPI )
Pembahasan
dan solusi Kasus
Masalah yang dihadapi:
- SDM masyarakat yang kurang terampil.
-Kendala financial yang dihadapi masyarakat.
Penyebab permasalahan:
- Rendahnya tingkat SDM yang dimiliki oleh masyakat
dan kurangnya pelatihan tenaga kerja dari pemerintah.
Penyelesaian:
-pemerintah
harus lebih fokus meningkatkan ketrampilan kerja masyarakat.
-memperkenalkan
tekhnologi agribisnis sehingga masyarakat mampu bersaing dalam skala nasional
dan internasional.
-
Memberikan subsidi pada tekhnologi agribisnis sehingga masyarakat bisa
meningkatkan produktifitasnya.