JellyPages.com

Sabtu, 10 November 2012

sekedar tahu

Daftar Nama Menteri Keuangan, Kabinet dan Periode Jabatan
nama mentri keuangan dari waktu ke waktu


Menteri Keuangan Dr. Samsi, kemudian diganti oleh Mr. A.A Maramis;
Kabinet Presidensial; 19 Agustus 1945 s.d. 14 November 1945.





Menteri Keuangan Mr. Sunarjo Kolopaking dan diganti Ir. Surachman Tjokrodisurjo;
Kabinet Sjahrir I; 14 November 1945 s.d. 12 Maret 1946.





Menteri Keuangan Ir. Surachman Tjokrodisurjo;
Kabinet Sjahrir I; 14 November 1945 s.d. 12 Maret 1946.





Menteri Keuangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara;
Kabinet R.I.S.; 20 Desember 1949 s.d. 6 September 1950.





Menteri Keuangan Mr. Lukman Hakim;
Kabinet Susanto; 20 September 1949 s.d. 21 Januari 1950;
dan sampai Kabinet Halim; 21 Januari 1950 s.d. 6 September 1951.





Menteri Keuangan Mr. Sjafrudin Prawiranegara;
Kabinet Natsir (Kabinet Negara Kesatuan yang pertama); 6 September 1950 s.d. 27 April 1951.





Menteri Keuangan Jusuf Wibisono;
Kabinet Sukiman-Suwirjo; 27 April 1951 s.d. 3 April 1952.





Menteri Keuangan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo;
Kabinet Wilopo; 3 April 1952 s.d. 30 Juli 1953.





Menteri Keuangan Dr. Ong Eng Die;
Kabinet Ali Sastroamidjojo I; 30 Juli 1953 s.d. 12 Agustus 1955.





Menteri Keuangan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo;
Kabinet Burhanuddin Harahap; 12 Agustus 1955 s.d. 24 Maret 1956.





Menteri Keuangan Mr. Jusuf Wibisono;
Kabinet Ali Sastroamidjojo II; 24 Maret 1956 s.d. 9 April 1957.





Menteri Keuangan Mr. Sutikno Slamet;
Kabinet Karya; 9 April 1957 s.d. 10 Juli 1959.





Menteri Keuangan Ir. H. Djuanda;
Kabinet Kerja I; 10 Juli 1959 s.d. 18 Februari 1960.





Menteri Keuangan Ir. H. Djuanda dan R.M Notohamiprodjo;
Kabinet kerja II; 18 Februari 1960 s.d. 6 Maret 1962.





Menteri Keuangan R.M Notohamiprodjo;
Kabinet kerja III; 6 Maret 1962 s.d. 13 Nopember 1963.





Menteri Keuangan (Koordinator) Sumarno S.H.;
Kabinet Kerja IV; 13 Nopember 1963 s.d. 27 Agustus 1964.





Menteri Keuangan (Koordinator) Sumarno S.H.;
Kabinet Dwikora; 27 Agustus 1964 s.d. 28 Maret 1966.





Menteri Keuangan (Koordinator) Sumarno S.H.;
Kabinet Dwikora yang disempurnakan; 28 Maret 1966 s.d. 25 Juli 1966.





Menteri Keuangan Drs. Frans Seda;
Kabinet Ampera; 25 Juli 1966 s.d. 17 Oktober 1967.





Menteri Keuangan Drs. Frans Seda;
Kabinet Ampera yang disempurnakan; 17 Oktober 1967 s.d. 6 Juni 1968.





Menteri Keuangan Prof. Dr. Ali Wardhana;
Kabinet Pembangunan I; 6 Juni 1968 s.d. 27 Maret 1973.





Menteri Keuangan Prof. Dr. Ali Wardhana;
Kabinet Pembangunan II; 27 Maret 1973 s.d. 31 Maret 1983.





Menteri Keuangan Radius Prawiro;
Kabinet Pembangunan IV; 31 Maret 1983 s.d. 21 Maret 1988.





Menteri Keuangan Dr. Johannes Baptista Sumarlin dan Menteri Muda Keuangan Nasruddin Sumintapura;
Kabinet Pembangunan V; Maret 1988 s.d. 1993.





Menteri Keuangan Drs. Mar’ie Muhammad;
Kabinet Pembangunan VI; Maret 1993 s.d. Maret 1998.





Menteri Keuangan Dr. Fuad Bawazier;
Kabinet Pembangunan VII; 16 Maret 1998 s.d. 23 Mei 1998.





Menteri Keuangan Dr. Bambang Subianto;
Kabinet Reformasi Pembangunan; 23 Mei 1998 s.d. 29 Oktober 1999.





Menteri Keuangan Dr. Bambang Sudibyo;
Kabinet Persatuan Nasional; 29 Oktober 1999 s.d. 28 Agustus 2000.





Menteri Keuangan Prijadi Praptosuhardjo;
Kabinet Persatuan Nasional; 28 Agustus 2000 s.d. 13 Juli 2001.





Menteri Keuangan Drs. Rizal Ramli;
Kabinet Persatuan Nasional; 13 Juli 2001 s.d. 10 Agustus 2001.





Menteri Keuangan Dr. Boediono;
Kabinet Gotong Royong; 10 Agustus 2001 s.d. 21-10-2004.





Menteri Keuangan Jusuf Anwar;
Kabinet Indonesia Bersatu; 21-10-2004 s.d 07-12-2005


.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati;
Kabinet Indonesia Bersatu; 07-12-2005 s.d ... 2010


(dari berbagai sumber)

Uang Republik Indonesia Serikat


                                                                                  
                                                       Seri RIS 1950

Uang kertas RIS ditandatangani oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Menteri Keuangan RIS. Tetapi uang kertas ini tidak berumur panjang, karena pada tanggal 17 Agustus 1950 riwayat RIS berakhir dan digantikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 Sebagai pengganti seri RIS, pemerintah NKRI pada tahun 1951 mengedarkan emisi pertama uang kertasnya yang terdiri dari pecahan 1 dan 2,5 rupiah (seri Pemandangan Alam I) yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara (Kabinet Natsir). Seri yang dicetak oleh Security Banknote Company (Amerika Serikat) ini pada bagian belakang pecahan 2,5 rupiahnya terdapat gambar lambang negara kita Garuda Pancasila yang baru untuk pertama kalinya dicantumkan di uang kertas.
                                                        Seri Pemandangan Alam I (1951)



Kedua seri di atas memang tidak dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI), karena pada saat tersebut Bank Indonesia belum terbentuk. Tetapi setelah Bank Indonesia berdiri tahun 1953 tenyata masih terdapat beberapa jenis uang kertas yang tidak dikeluarkan oleh BI melainkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Uang kertas yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia memiliki beberapa ciri yang mirip dengan muntbiljet nya pemerintah Hindia Belanda:
1. Hanya terdiri dari pecahan 1 dan 2,5 rupiah

2. Bertulisan REPUBLIK INDONESIA (bukan Bank Indonesia)
3. Tidak memiliki tanda air (watermark) kecuali pada emisi 1964
4. Ditandatangani oleh Menteri Keuangan
Mari kita lihat jenis-jenis uang kertas tersebut
Seri Pemandangan Alam 1953
                                                   
Ditandatangani oleh Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumongan (3 April 1952 – 30 Juli 1953) sebagai Menteri Keuangan pada kabinet Wilopo. Uang ini memiliki gambar yang sama dengan seri sebelumnya dan juga dicetak oleh Security Banknote Company. Yang menjadi perhatian adalah 2 huruf pada nomor serinya merupakan lanjutan dari seri Pemandangan Alam I.
Seri Suku Bangsa I 1954
Seri yang terdiri dari pecahan 1 dan 2,5 rupiah ini ditandatangani oleh Dr. Ong Eng Die yang menjabat Menteri Keuangan semasa kabinet Ali Sastroaidjojo I dari tanggal 30 Juli 1953 sampai dengan 12 Agustus 1955. Uang yang dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran NV ini tidak memiliki tanda air sebagai pengaman dan sampai saat ini masih bisa ditemukan dalam jumlah sangat banyak.
Seri Sukubangsa II 1956
Seri ini memiliki gambar yang serupa dengan seri sebelumnya, tetapi ditandatangani oleh Mr. Jusuf Wibisono yang menjabat sebagai Menteri Keuangan kabinet Ali Sastroamidjojo II dari tanggal 24 Maret 1956 sampai dengan 9 April 1957.

Seri Sandang Pangan I 1960
Seri yang terdiri dari 2 pecahan ini dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran yang sudah berubah status badan hukumnya dari NV menjadi PT. Tanda tangan oleh Ir. H. Djuanda Kartawidjaja sebagai Menteri Keuangan kabinet Kerja I dan Kerja II (10 Juli 1959 – 1 Juli 1960). Pada masa Kabinet Kerja I inilah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 2 tahun 1959 pada tanggal 24 Agustus 1959 yang menetapkan penurunan nilai uang kertas pecahan 500 dan 1000 rupiah seri Hewan (1957) menjadi tinggal 10% saja dari nilai semula. Untuk lengkapnya silahkan baca Info Uang Kuno 14.
Seri Sandang Pangan II 1961
 Seri ini ditandatangani oleh R.M. Notohamiprodjo sebagai Menteri Keuangan kabinet Kerja II dan III menggantikan Ir. H. Djuanda K. Seri yang terdiri dari 2 pecahan ini dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran yang statusnya sudah berubah lagi dari PT menjadi PN (Perusahaan Negara) berdasarkan PP no 34/1960 tertanggal 3 Juni 1960.

                                  Seri Soekarno Borneo 1961
                                             
Seri yang terdiri dari 2 pecahan ini rencananya diedarkan untuk wilayah Kalimantan Utara semasa konfrontasi dengan Malaysia. Berikut cuplikan situasi saat itu yang saya kutip dari Kompasiana:
Inilah propaganda Pendiri Republik Indonesia Soekarno terhadap Malaysia. Rupanya arogansi Malaysia tidak hanya terjadi sekarang saja, tetapi sejak jaman Soekarno. Malaysia sudah sering bertindak tidak simpati terhadap Indonesia, hingga Soekarno marah besar…
Mengapa Soekarno marah?
Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan yang menjadi bagian Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris, Sarawak dan Borneo Utara, yang kemudian dinamakan Sabah (Negara bagian Malaysia). Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris rupanya mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya, Federasi Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.
Tentu saja, rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia. Karena Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini. Sehingga mengancam kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim yang sama atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.
Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan menyandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris, dengan menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura.
Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Federasi Malaysia apabila mayoritas di daerah yang hendak dilakukan dekolonial memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB.
Tetapi, pada 16 September 1962, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan, Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri. Tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai perjanjian Manila Accord yang dilanggar dan sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris masih berpengaruh.
Pergolakan aksi demopun tak pernah berhenti, aksi mengecam Soekarnopun terjadi. Bahkan aksi demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur-pun terus memanas. Para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno. Bahkan di antara demonstran membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman (Perdana Menteri Malaysia saat itu) dan memaksanya untuk menginjak lambang negara Indonesia, Garuda. Peristiwa itupun memancing amarah Soekarno terhadap Malaysia begitu meledak.
Demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur yang berlangsung tanggal 17 September 1963, sedang memuncak. Mereka marah terhadap Presiden Soekarno yang melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia, juga karena serangan pasukan militer tidak resmi Indonesia terhadap Malaysia.
Berikut pengumuman Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia pada 20 Januari 1963. Selain itu para sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase pada 12 April berikutnya.
Soekarno yang murka karena tindakan demonstrasi anti-Indonesian yang menginjak-injak lambang negara Indonesia, ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia. Soekarno memproklamirkan gerakan Ganyang Malaysia melalui pidato beliau yang amat bersejarah, berikut ini:
Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu juga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!
Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu
Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.
Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.
Yoo…ayoo… kita… Ganjang…
Ganjang… Malaysia
Ganjang… Malaysia
Bulatkan tekad
Semangat kita badja
Peluru kita banjak
Njawa kita banjak
Bila perlu satoe-satoe!
Soekarno.
(sumber: wikipedia)
Dari cerita di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya Indonesia sudah melakukan persiapan untuk menganyang Malaysia. Sampai-sampai sudah mencetak mata uangnya terlebih dahulu. Tetapi karena tujuan Soekarno tidak terwujud maka seri Borneo yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan R.M. Notohamiprodjo ini tidak sempat digunakan. Tidak heran bila sampai saat ini kedua pecahan seri Borneo seringkali ditemukan dalam kondisi mulus alias UNC.


 Seri Soekarno 1964

 Seri 1964 ini berbeda dibandingkan seri-seri sebelumnya karena memiliki tanda air Garuda Pancasila. Selain itu juga memiliki beberapa variasi nomor seri dan pencetak. Ditandatangani oleh Mr. Sumarno SH sebagai Menteri Keuangan pada kabinet Kerja IV (13 November 1963 sd 27 Agustus 1964).


 Seri Soekarno Irian Barat 1961

 Setelah Irian Barat menjadi bagian dari RI pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintah pusat segera mencetak dan mengedarkan uang kertas seri Irian Barat untuk digunakan sebagai pengganti mata uang gulden Nederlands Nieuw Guinea yang bergambar Ratu Juliana. Yang menarik terdapat perbedaan kurs antara rupiah Irian Barat dengan rupiah RI yaitu 1 rupiah IB sama dengan 10 rupiah RI. Kedua pecahan Irian Barat ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan R.M Notohamiprodjo dan bergambar sama dengan seri Borneo



 Seri Soekarno Riau 1961


                                                                                 
Bergambar sama seperti seri Borneo dan Irian Barat, seri Riau yang diedarkan 15 Oktober 1963 ini digunakan sebagai pengganti dollar Malaya yang sebelumnya berlaku juga di Riau, Singapura dan British North Borneo. Seri ini hanya berlaku sebentar saja, karena pada 1 Juli 1964 pemerintah memberlakukan rupiah sebagaimana berlaku di wilayah-wilayah RI lainnya. Seri ini juga ditandatangani oleh Mr. R.M. Notohamiprodjo.
Pada masa Orde Baru, semua uang kertas dimulai dari seri Sudirman 1968 sampai dengan saat ini diedarkan hanya oleh Bank Indonesia. Tidak ada lagi uang kertas pecahan kecil yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI. Tanda tanganpun tidak ada lagi oleh Menteri Keuangan melainkan oleh gubernur dan direktur BI. Pada katalog KUKI perbedaan uang Pemerintah RI dengan BI tidak dipisahkan, tetapi pada katalog Pick (Standard Catalog of World Paper Money) dengan jelas dipisahkan, karena itu sistem penomoran KUKI berbeda bila dibandingkan dengan Pick.
Sumber:
1. KUKI
2. Banknotes and Coins from Indonesia 1945-1990
3. Standard Catalog of World Paper Money
4. Kuliah numismatik oleh pak Sumana
5. Kompasiana, Wikipedia
6. Koleksi pribadi dan teman-teman kolektor
Sumber Artikel: http://www.uang-kuno.com
http://download-aplikasi-gratisbanyumas.blogspot.com/2012/06/uang-masa-republik-indonesia-serikat.html

Sabtu, 03 November 2012

Lirik Lagu Cakra Khan Harus Terpisah Lyrics



Sendiri sendiri ku diam, diam dan merenung
Merenungkan jalan yang kan membawaku pergi
Pergi tuk menjauh, menjauh darimu
Darimu yang mulai berhenti, berhenti mencoba
Mencoba bertahan, bertahan untuk terus bersamaku
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum
Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali
Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu

Bayangkan bayangkan ku hilang, hilang tak kembali
Kembali untuk mempertanyakan lagi cinta
Cintamu yang mungkin, mungkin tak berarti
Berarti untukku rindukan

Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum
Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali
Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu

Kini harusnya kita coba saling melupakan
Lupakan kita pernah bersama
Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum
Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali
Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu

Rabu, 03 Oktober 2012

makalah PAI tentang Hadits


 



MAKALAH HADITS
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Pendidikan Agama Islam














Oleh:

Nurul Wahidatun Nisa’
NIM 120810201094






JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
2012










BAB  1. PENDAHULUAN


Agama Islam mempunyai jalan atau aturan tertentu untuk mengatur kehidupan manusia. Jalan pengatur kehidupan itulah yang sering dinamakan orang sebagai Syariat Islam atau Hukum Islam. Segenap umat Islam dalam kehidupannya   didunia ini haruslah menyesuaikan dirinya dengan Syari’at Islam agar dia tidak salah melangkah atau bahkan tersesat.
              Di era globalisasi seperti ini kerap para pemuda pemudi mulai melupakan pelajaran-pelajaran agama atau bahkan menjauhinya, dengan alasan yang bermacam-macam, atau bahkan ada yang menganggap mempelajari ilmu agama sudah tidak jaman lagi. Untuk itu dimakalah ini di ulas sedikit-sedikit pengertian tentang apa saja sumber hukum Islam dan apa saja yang ada di dalamnya secara singkat untuk sekedar mengingatkan kembali pada kaum muda akan agamanya.
              Adapun sumber utama dari pada Syari’at Islam atau Hukum Islam itu ialah Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Kedua sumber ini tidak dapat kita pecah atau kita pisahkan, karena keduanya sangat erat kaitannya. Al-Qur’an sebagai panduan kita untuk menjalani hidup sebagai kumpulan sejarah, dan sebagai sarana belajar, dan tidak hanya itu didalam Al-Qur’an juga terdapat beribu ilmu pengetahuan, berbeda dengan hadits yang fungsinya sebagai penjelas, dari segala yang di dalam Al-Qur’an agar tidak ada yang menyalah artikan isi kandungannya.
              Dimakalah ini akan dijelaskan sedikit tentang Hadits, Sunnah, kedudukan Hadits, perbedaan Al-Qur’an dan Hadits, macam-macam tingkatan Hadits serta periwayat dan masalah tentang kitab Hadits.
             
             





BAB 2. HADITS


2.1    Hadits dan Sunnah
2.1.1   Pengertian Hadits
Secara lughawiyah kata hadits berasal dari derivasi kata
(حَدَثَ - يَحْدُثُ – حُدُؤْثٌ – حَدَاثَةٌ – حَادِثٌ – مَحْدَؤْثٌ) kata tersebut mempunyai beberapa arti, diantaranya:
-  Baru, kebalikan dari lama (qadim)
-  Dekat, belum lama terjadi
-  Khabar, berita, riwayat
Menurut istilah para ahli hadits (Muhadditsin) antara lain Al-Hafidh dalam Syarah Al-Bukhari menerangkan, bahwa hadits ialah perkataan-perkataan Nabi Muhammad SAW, perbuatan-perbuatan dan keadaan beliau.
Menurut istilah ahli ushul, hadits ialah segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi Muhammad SAW, yang bersangkutpaut dengan hukum.
Dari definisi tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa hadits memiliki kriteria sebagai berikut:
a.    Sesuatu yang disandarkan harus kepada Nabi Muhammad SAW. Artinya, segala sesuatu yang bukan disandarkan kepada Nabi Muhammad bukan hadits seperti sabda Nabi Daud, Ibrahim, Musa, Isa, dan lain-lain.
b.    Penyandaran sesuatu adalah setelah Nabi Muhammad diangkat oleh Allah SWT menjadi Nabi atau Rasul.
c.    Sesuatu yang disandarkan kepada nabi mencangkup perbuatan, perkataan, persetujuan, perangainya dan lain-lain.


2.1.2   Pengertian Sunnah
Dari segi bahasa, sunnah berarti jalan yang terbentang untuk dilalui, jalan yang baik atau tidak baik. Sunnah juga berarti adat kebiasaan atau tradisi atau ketetapan.
Seperti sabda Rasulullah yang artinya : “Barangsiapa mengadakan sunnah / jalan yang baik, maka baginya pahala atas jalan yang ditempuhnya ditambah pahala orang-orang yang mengerjakannya sampai hari kiamat. Dan barangsiapa mengadakan sunnah / jalan yang buruk, maka atasnya dosa karena jalannya buruk yang ditempuhnya ditambah dosa orang yang mengerjakannya sampai hari kiamat”.
a.    Menurut sebagian ulama Muhadditsin, pengertian sunnah lebih luas dari hadits. Sunnah meliputi segala hal yang datang dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan dan taqrir, juga sifat-sifat dan perilaku atau perjalanan hidup beliau, sebelum atau sesudah diangkat menjadi nabi.
b.    Para ahli Ushul Fiqih berpendapat bahwa Sunnah menurut istilah ialah segala sesuatu dari Nabi SAW, baik perkataan maupun perbuatan, atau taqrir yang mempunyai hubungan dengan hukum agama.
c.    Menurut ulama Fiqih, sunnah adalah segala perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, tetapi bila tidak dikerjakan tidak akan dikenakan siksa, dosa (‘iqab).
d.   Menurut ulama mauidzah, Pengertian sunnah yaitu (مَا قَابَلَ الْبِدْعَةَ). Maksudnya, yaitu lawan kata dari bid’ah. Bid’ah itu sendiri menurut bahasa adalah al-amr al-mustahdas, artinya sesuatu yang baru. Artinya, mudahnya kita sering mendengarkan bahwa amalan ini tidak dicontohkan oleh Nabi (Bid’ah).

Agar tidak terjadi kerancuan pengertian hadits dan sunnah perlu ditegaskan perbedaannya. Hadits ialah segala peristiwa yang disandarkan kepada Nabi SAW, walaupun selama hayat beliau hanya sekali terjadi, atau hanya diriwayatkan oleh seorang. Adapun sunnah adalah amaliah Nabi SAW yang mutawatir dan sampai kepada kita dengan cara mutawatir pula.Nabi melaksanakannya bersama para sahabat, lalu para sahabat melaksanakannya. Kemudian diteruskan oleh para tabi’in, walaupun lafaz penyampaiannya tidak mutawatir namun cara penyampaiannya mutawatir.
Mungkin terjadi perbedaan lafaz dalam meriwayatkan sesuatu kejadia, sehingga dalam segi sanad dia tidak mutawatir, akan tetapi dalam segi amaliahnya dia mutawatir. Proses yang mutawatir itulah yang disebut sunnah.


2.2 Kedudukan Hadits
Semua umat Islam telah sepakat dengan bulat bahwa Hadits Rasul adalah sumber dan dasar hukum Islam setelah Al-Qur’an, dan umat Islam diwajibkan mengikuti dan mengamalkan hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti dan mengamalkan Al-Qur’an.
Al-Qur’an dan Hadits merupakan dua sumber hukum pokok syari’at Islam yang tetap dan orang Islam tidak akan mungkin bisa memahami syari’at Islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang ulama’pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan mengambil salah satu dari keduanya.
Berikut merupakan beberapa uraian yang menjelaskan secara rinci tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam dengan mengambil beberapa dalil, baik naqli maupun aqli:


2.2.1 Dalil Al-Qur’an
Banyak kita jumpai ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasul kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup sehari-hari. Diantara ayat yang dimaksud adalah QS. Al-Hasyr (59):7 yang artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, terimalah dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.
Kemudian di ayat yang lain Allah juga berfirman di QS. Al-Nur (24):54 yang artinya: “Katakanlah: Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul SAW, dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul SAW  itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk”.
Dari ayat-ayat Al-Qur’an di atas tergambar bahwa setiap ada perintah taat kepada Allah dalam Al-Qur’an selalu diikuti dengan perintah taat kepada Rasul-Nya. Demikian pula mengenai peringatan (acaman) karena durhaka kepada Allah, sering disejajarkan atau disamakan dengan ancaman karena durhaka kepada Rasul Muhammad SAW.


2.2.2   Dalil Al-Hadits
Mari kita pahami dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda yang artinya: “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. (HR Malik).  Dalam hadits lain Rasulullah bersabda : “Wajib bagi kamu berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafa ar-Rasydin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kalian dengannya”. (HR. Abu Daud dan Ibn Majah).
Hadits-hadits tersebut diatas kita anggap cukup untuk menunjukkan bahwa berpegang teguh kepada hadits / menjadikan hadits sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.




2.2.3   Kesepakatan Ulama (Ijma’)
Seluruh umat Islam telah sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum Syari’at Islam yang wajib diikuti dan diamalkan karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah. Penerimaan mereka terhadap hadits sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an, karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum Syariat Islam.
Dan kesepakatan orang-orang Islam dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan semua ketentuan yang terkandung di dalam hadits ternyata sejak Rasulullah masih hidup. Sepeninggal beliau, semenjak masa Khulafa’ Al Rasydin hingga masa-masa kekhalifahan Bani Umayah, Bani Abasyiyah hingga sekarang tidak ada yang mengingkarinya. Banyak diantara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi bahkan mereka menghafal, memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya.


2.2.4   Sesuai dengan Petunjuk Akal
Muhammad SAW, sebagai Nabi dan Rasul telah diakui dan dibenarkan oleh seluruh umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu, kadang-kadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT baik isi maupun formulasinya dan kadang kala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu dari Allah. Namun juga tidak jarang beliau membawakan hasil ijtihat semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu dan juga tidak dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai ada dalil yang menghapusnya.
Dan apabila kerasulan Muhammad SAW telah diimani dan dibenarkan, maka konsekwensi logisnya segala peraturan dan perundang-undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan ilham atau hasil ijtihad semata, ditempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman hidup. Disamping itu secara logika kepercayaan kepada Muhammad SAW sebagai Rasul mengharuskan umatnya menaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan.


2.3    Perbedaan Al-Qur’an dan Hadits
Al-Qur’an dan Hadits merupakan pedoman hidup, sumber hukum, dan ajaran dalam Islam. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Sedangkan hadits merupakan sumber ajaran kedua yang tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi Al-Qur’an tersebut.
Al-Qur’an merupakan kitab Allah sebagai mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang termaktub dalam mushaf-mushaf yang disampaikan dengan jalan mutawatir yang bernilai ibadah dalam membacanya. Sedangkan Hadits ialah perkataan-perkataan yang disabdakan Nabi Muhammad SAW.
Sekalipun al-Qur'an dan as-Sunnah / al-Hadits sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain ialah :
a. Al-Qur'an nilai kebenarannya adalah qath'I ( absolut ), sedangkan al-Hadits adalah zhanni ( kecuali hadits mutawatir ).
b. Seluruh ayat al-Qur'an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Tetapi tidak semua hadits mesti  kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab disamping ada sunnah yang tasyri' ada juga sunnah yang ghairu tasyri. Disamping ada hadits yang shahih adapula hadits yang dha’if dan seterusnya.
c. Al-Qur'an sudah pasti otentik lafazh dan maknanya sedangkan hadits tidak.
d. Apabila Al-Qur'an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak harus demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh hadits.


2.4 Tingkatan Hadits
Berdasarkan pada kuat lemahnya hadits tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu hadits maqbul (diterima) dan mardud (tertolak).


2.4.1 Hadits Yang Diterima (Maqbul)
Hadits yang diterima dibagi menjadi 2 (dua):
a.    Hadits Shahih
Definisi:
-       Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar, yang dimaksud dengan hadits shahih adalah adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.
-       Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu adalah hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Al-Qur’an.
Tingkatan Hadits Shahih
1. Bila diriwayatkan dengan sanad-sanad dari “ashahhul asanid” (sanad paling shahih) seperti Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar.
2.  Bila disepakati oleh Bukhari dan Muslim (muttafaq’alaih).
3.  Bila diriwayatkan oleh Bukhari saja.
4.  Bila diriwayatkan oleh Muslim saja.
5.  Bila sesuai syarat keduanya meskipun tidak diriwayatkan oleh keduanya.
6.  Bila sesuai syarat Bukhari saja meskipun tidak diriwayatkan olehnya.
7.  Bila sesuai syarat Muslim saja meskipun tidak diriwayatkan olehnya.
8. Apabila shahih menurut para ulama selain Bukhari dan Muslim (seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban), dan tidak sesuai syarat keduanya.


b. Hadits Hasan
Definisi:
Secara bahasa, Hasan adalah sifat yang bermakna indah. Sedangkan secara istilah, para ulama mempunyai pendapat tersendiri seperti yang disebutkan berikut ini:
-       Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar menuliskan tentang definisi hadits Hasan adalah hadits yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttashil (bersambung-sambung sanadnya), yang musnad jalan datangnya sampai kepada nabi SAW dan yang tidak cacat dan tidak punya keganjilan.
-       At-Tirmizy dalam Al-Ilal menyebutkan tentang pengertian hadits hasan adalah hadits yang selamat dari syuadzudz dan dari orang yang tertuduh dusta dan diriwayatkan seperti itu dalam banyak jalan.
-       Al-Khattabi menyebutkan tentang pengertian hadits hasan adalah hadits yang orang-orangnya dikenal, terkenal makhrajnya dan dikenal para perawinya.
Yang dimaksud dengan makhraj adalah dikenal tempat di mana dia meriwayatkan hadits itu. Seperti Qatadah buat penduduk Bashrah, Abu Ishaq as-Suba'i dalam kalangan ulama Kufah dan Atha' bagi penduduk kalangan Makkah.
Jumhur ulama: Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil (tapi) tidak begitu kuat ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan matannya.
Maka bisa disimpulkan bahwa hadits hasan adalah hadits yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya.



2.4.2 Hadits Mardud (Tertolak)
Hadits yang tertolak adalah hadits yang dhaif dan juga hadits palsu. Sebenarnya hadits palsu bukan termasuk hadits, hanya sebagian orang yang bodoh dan awam yang memasukkannya ke dalam hadits. Sedangkan hadits dhaif memang benar sebuah hadits, hanya saja karena satu sebab tertentu, hadis dhaif menjadi tertolak untuk dijadikan landasan aqidah dan syariah.
Definisi Hadits Dhaif yaitu hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits Shahih atau hadits Hasan. Hadits Dhaif merupakan hadits Mardud yaitu hadits yang tidak diterima oleh para ulama hadits untuk dijadikan dasar hukum.


2.5 Sanad, Matan Hadits, dan Rawi
2.5.1 Pengertian Sanad
Dari segi bahasa sanad berarti : اَلْمُعْتَمَدُ artinya yang menjadi sandaran, tempat bersandar, arti yang lain sesuatu yang dapat dipegangi atau dipercaya. Dalam istilah ilmu hadits, sanad ialah rangkaian urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan satu hadits atau sunnah sampai pada nabi saw.


2.5.2   Pengertian Matan
Dari segi bahasa, matan berarti punggung jalan, tanah gersang atau tandus, membelah, mengeluarkan, mengikat. Matan menurut istilah ilmu hadits yaitu: perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya.


2.5.3        Pengertian Rawi
Rawi ialah orang yang memindahkan hadits dari seorang guru kepada orang lain atau membukukannya ke dalam suatu kitab hadits. Rawi pertama adalah para sahabat dan rawi terakhir adalah orang yang membukukannya, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, dan lain-lain.
a.    Syarat-syarat Rawi
Syarat-syarat menjadi seorang perawi hadits yaitu:
1)   Harus adil
2)   Muslim
3)   Baligh
4)   Barakal
5)   Tidak pernah melakukan dosa besar
6)   Tidak sering melakukan dosa kecil
7)   Dabit,
Dabit memiliki dua pengertian yaitu:
a)    Dabit dalam arti kuat hafalan serta daya ingatnya dan bukan pelupa.
b)   Dabit dalam arti dapat memelihara kitab hadits dari gurunya sebaik-baiknya, sehingga tidak mungkin ada perubahan.
Berikut ini adalah daftar para sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, yaitu:
1)   Abu Hurairah, meriwayatkan 5.374 hadits
2)   Abdullah bin Uma, meriwayatkan 2.630 hadits.
3)   Anas bin Malik, meriwayatkan 2.286 hadits.
4)   Aisyah Ummul Mukminin, meriwayatkan 2.210 hadits.
5)   Abdullah bin Abbas, meriwayatkan 1.660 hadits.
6)   Jabir bin Abdullah, meriwayatkan 1.540 hadits.
7)   Abu Sa’id Alkhudri, meriwayatkan 1.170 hadits.


2.5.4   Sistem Para Penyusun Kitab Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
Suatu Hadits terkadang memiliki sanad banyak. Dengan kata lain, bahwa Hadits tersebut dalam dewan-dewan atau kitab-kitab hadits yang berbeda rawi (akhirnya). Misalnya ada sebuah hadits disamping terdapat dalam sahih Bukhari, juga terdapat dalam sahih Muslim, juga dalam sunah Abu Daud, Musnad Imam Ahmad dan lain-lain sebagainya. Untuk menghemat pencantuman nama-nama rawi yang banyak jumlahnya tersebut, penyusun Kitab Hadits, biasanya tidak mencantumkan nama-nama itu seluruhnya, melainkan hanya merumuskan dengan bilangan yang menunjukkan banyak atau sedikitnya rawi hadits pada akhir isi haditsnya. Misalnya rumusan yang diciptakan ileh Ibn Isma’il as-San’ani dalam kitab Subulus-Salam:
1.    اَخْرَجَهُ السَبْعَةُ  maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh tujuh orang rawi, yaitu Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, At-Turmudzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah.
2.    اَخْرَجَهُ السَتةُ  maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh enam orang rawi, yaitu tujuh orang rawi diatas selain Ahmad.
3.    اَخْرَجَهُ الْخَمْسَةُ  maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh lima orang rawi, yaitu tujuh orang rawi tersebut diatas, dikurangi Bukhari dan Muslim. Rumusan ini dapat diganti dengan istilah:
4.    اَخْرَجَهُ الَارَبْعَةُ ؤَ اَحْمَدُ  maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh para as-habus-sunan yang empat ditambah Imam Ahmad.
5.    اَخْرَجَهُ الَارْبَعَةُ  maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh as-habus-sunan yang empat, yaitu Abu Daud, At-Turmudzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah.
6.    اَخْرَجَهُ الثَلَاثَةُ  maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh tiga orang rawi, yakni Abu Dawud, At-Turmidzi, dan An-Nasai. Atau dapat juga dikatakan dengan hadits yang diriwayatkan oleh as-habus-sunnah, selain Ibnu Majah.
7.    اَخْرَجَهُ الشَيْخَانِ  maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh kedua Imam Hadits, yakni Bukhari dan Muslim.
8.    اَخْرَجَهُ الجَمْاعَةُ  maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh rawi-rawi Hadits yang banyak sekali jumlahnya.
Adapun rumusan yang dikemukakan oleh Mansyur ‘Ali Nasif dalam kitabnya At-Taju’I Jami’ili Usul, jus 1, halaman 1, sebagai berikut:
o  رَؤَاهُ الشيخانِ  maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
o  رَؤَاهُ الثَلَاثَةُ maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud.
o  رَؤَاهُ الأَرْبَعَةُ maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh tiga orang rawi tersebut diatas, ditambah dengan At-Turmudzi.
o  رَؤَاهُ الخَمْسَةُ  maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh empat orang rawi diatas ditambah dengan An-Nasa’i.
o  رَؤَاهُ اصَحَابُ السَنَنِ maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh tiga orang pemilik kitab-kitab sunan, yakni Abu Dawud, At-Turmudzi, dan An-Nasa’i.
Lain daripada itu perlu diketahui bahwa Imam As-Syaukani dalam kitabnya Nailu’I Authar, jus 1, halaman 22 menggunakan rumusan yang berbeda dengan rumusan-rumusan tersebut diatas, misalnya:
متفق عليه   maksudnya: Hadits itu diriwayatkan oleh  Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Ahmad. Sedang kalau Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dirumuskan dengan
.اَحْرَجَهُ الْبُخَارِى ؤَ مُسْلِمٌ










DAFTAR BACAAN


-          Muzilanto, Khalishah, Husen, Mujahidin, Aminah, Subhan, Usman, Lubis, Tuanaya. 2009. Qur’an Hadits. Jakarta: Akik Pustaka
-          Naufal. 2009. Tingkatan Hadits Shahih dan Tingkatan Para Perawi. http://annaufal.wordpress.com/2009/04/11/tingkatan-hadits-shahih-dan-tingkatan-para-perawi/
-          Yogi. Klasifikasi Hadits berdasarkan pada Kuat Lemahnya Berita. http://indrayogi.multiply.com/reviews/item/170